Di pinggir jalan, saat hendak menuju ke kota sepi. Tepatnya menunggu petol-petol (Bahasa Gaul nya orang Makassar, baca; Angkot), biasanya kalau orang Jakarte bilang "Tahan Aje" nah kalau orang Bugis mentranslate artinya "Tahan pakai kaki". Untung aye kagak "dungu-dungu" amat dalam berbahasa. Hehehe. Kan Bahasa Indonesia itu bahasa kebanggaanku. Kalau orang bilang "Nggak gaul banget"' atau "Ih Formal sekali bahasamu", atau bisa juga "Tea'meko a'bahasa kammanjo, taung mangkasara jeko poeng" lah kenapa? Suka-suka saya. Itu cara saya mencintai tanah Air Indonesia. Coba saja kalau saya tidak tahu menerjemahkannya dengan baik, saya bisa saja menahan petol-petolnya dengan kaki saya. Kira-kira apa yang akan terjadi ketika itu saya lakukan? "Tertabrak, pingsan, masuk rumah sakit, di amputasi, duduk di kursi roda, tidak bisa jalan." Innalillah, semoga itu tidak terjadi. Maka saya bersyukur bisa berbahasa Indonesia seperti sekarang ini.
Kembali ke topik pembicaraan.
Tettedeet tettedeet tettedeet... tiduuudiduut... Suara klakson mobilnya menggoda (Hahhaha, sedikit geli juga rasanya). Sedikit menengok ke dalam mobil, melihat apakah joknya bisa memuat kedudukan saya dan barang-barang saya atau tidak. Cukup luas, lumayanlah. Jengg jreeng jeengg jeng... Sang putri menaiki kereta kuda?! Dan semua terkagum-kagum. Mbrruukkk saya terjatuh karena belum sempat duduk mobilnya sudah melaju dengan cepat (Khayalannya hilang kemana-mana, kasihan). Sopirnya tidak tahu menghargai seorang wanita sepertinya. Beruntung saya tidak suka marah, baik hati, tidak sombong, dan tidak makan sabun. Itu termaafkan (Suara tepuk tangan "prrookk prook prook").
Tidak berselang lama setelah saya, di ujung sana dipersimpangan jalan, seorang wanita ditemani laki-laki berkulit putih, memakai kaos berwarna hijau dengan payung hitam ditangan kanannya, menahan petol-petolnya dengan payung. Hebat. Kebanyakan duit atau pamer payung kang mas? (Saya tertawa cekikian sendirian). Hhahaha dan tidak tertahankan, semua menengok ke arah saya. Malu-malu, memerah, dan kembali bersikap biasa, seolah tidak terjadi apa-apa. Mereka naik, duduk disebelah saya. Eh tepatnya disebelah orang yang duduk didekat saya. Seperti biasa, saya gemar melihat satu per satu orang yang ada di atas mobil, bukan untuk menilai, hanya memastikan barangkali diantara mereka ada kenalan atau orang terdekat saya. Ternyata tidak ada. Mata saya tanpa sengaja tertuju pada si Mas bule yang tingginya kira-kira 180 cm usianya menurut hitungan garis wajahnya berkisar 30-35 tahun, tahu-tahu saya tertarik pada hidungnya. Beruntung dia menghadap ke samping jadi tidak tahu kalau sejak tadi saya perhatikan. Kebiasaan saya yang paling buruk menurut teman "gemar menarik hidung orang lain" (Hati-hati yah entar giliran hidung Anda wkwkwk). Jadinya, rasanya pengen tarik tuh hidungnya kang Mas bule. Bersyukur tangan saya tidak mood melakukannya. Coba kalau iya, bisa jadi saya masuk kantor polisi. Kebayang nggak sih, masuk kantor polisi cuma karena hal itu? Hahaha. Bisa geleng-geleng ibu saya.
"Mas bule mas bule hidungnya kok mancung ammat?!" dengan lancang saya mengangkat suara. Semua diam, hening, dan tertawa. :o
Mas bule bingung, tidak tahu mau jawab apa. Hanya sedikit tersenyum, dan menggaruk-garuk kepala botaknya. Hhahaah. Tidak ngerti kayaknya. -,-
Mas Bule dalam ingatan. :D
Tidak berselang lama setelah saya, di ujung sana dipersimpangan jalan, seorang wanita ditemani laki-laki berkulit putih, memakai kaos berwarna hijau dengan payung hitam ditangan kanannya, menahan petol-petolnya dengan payung. Hebat. Kebanyakan duit atau pamer payung kang mas? (Saya tertawa cekikian sendirian). Hhahaha dan tidak tertahankan, semua menengok ke arah saya. Malu-malu, memerah, dan kembali bersikap biasa, seolah tidak terjadi apa-apa. Mereka naik, duduk disebelah saya. Eh tepatnya disebelah orang yang duduk didekat saya. Seperti biasa, saya gemar melihat satu per satu orang yang ada di atas mobil, bukan untuk menilai, hanya memastikan barangkali diantara mereka ada kenalan atau orang terdekat saya. Ternyata tidak ada. Mata saya tanpa sengaja tertuju pada si Mas bule yang tingginya kira-kira 180 cm usianya menurut hitungan garis wajahnya berkisar 30-35 tahun, tahu-tahu saya tertarik pada hidungnya. Beruntung dia menghadap ke samping jadi tidak tahu kalau sejak tadi saya perhatikan. Kebiasaan saya yang paling buruk menurut teman "gemar menarik hidung orang lain" (Hati-hati yah entar giliran hidung Anda wkwkwk). Jadinya, rasanya pengen tarik tuh hidungnya kang Mas bule. Bersyukur tangan saya tidak mood melakukannya. Coba kalau iya, bisa jadi saya masuk kantor polisi. Kebayang nggak sih, masuk kantor polisi cuma karena hal itu? Hahaha. Bisa geleng-geleng ibu saya.
"Mas bule mas bule hidungnya kok mancung ammat?!" dengan lancang saya mengangkat suara. Semua diam, hening, dan tertawa. :o
Mas bule bingung, tidak tahu mau jawab apa. Hanya sedikit tersenyum, dan menggaruk-garuk kepala botaknya. Hhahaah. Tidak ngerti kayaknya. -,-
Mas Bule dalam ingatan. :D
0 komentar:
Posting Komentar